Cerpen


Agar Mereka Juga Berhasil


                Reina Nazhifa Amalia lengkapnya, atau lebih sering dipanggil Rere masih terus mamandangi pintu kelas barunya yang tertutup rapat tanpa ada niat untuk memasukinya. ‘duh... kenapa gue jadi tiba-tiba punya firasat buruk tentang kelas ini yah??’ batin Rere. Wajar saja dia punya firasat buruk tentang kelas barunya itu. Bagaimana tidak?? Baru dilihat dari pintu dan tembok depan kelasnya yang penuh dengan coret-coretan, pasti semua orang juga akan membenarkan firasat Rere itu.
“oi.!! Ngapain cuman berdiri disini?” tanya seorang cowok yang tiba-tiba berdiri di samping Rere. Merasa asing dengan wajah Rere, cowok itu mulai memperhatikan Rere dengan teliti. “Kamu anak pindahan dari Jakarta itu kan?”
“dari mana lo tau??” tanya Rere. Kemudian dia sadar bahwa cara bicaranya masih terbawa dengan cara bicranya sewaktu di Jakarta. “Sorry. Maksudnya dari mana kamu tau?” Ralat Rere. Cowok itu tersenyum melihat tingkah Rere.
“Ya iyalah. Siapa sih, yang belum dengar desas desus tentang cewek pindahan dari Jakarta yang ikhlas-ikhlas aja masuk kelas 9.9. Good luck deh pokoknya.jangan sampai minta pindah sekolah kalau sudah masuk ke dalam.” Cowok itu kemudian bersiap-siap membuka pintu setelah mengatakan itu kepada Rere. Namun tiba-tiba dia berhenti dan memandang kembali ke arah Rere. “oh iya, nggak usah minta maaf setiap kamu bicara pake’ lo-gue lagi. Karena aku nggak tau berapa ribu maaf yang harus kamu ucapin kalau kamu lakukan itu.” Rere hanya tersenyum mendengar ucapan cowok itu. Cowok itu kemudian masuk ke kelas sambil menarik Rere masuk bersamanya.
“Bu’ ini ada anak baru yang sudah digosipin dari beberapa hari yang lalu itu.” Kata cowok itu yang dengan kurang ajarnya langsung melempar tasnya ke sebuah bangku paling belakang. Rere hanya setengah menganga melihat kelakuan cowok yang awalnya dia kira cowok baik-baik itu. Rere bahkan baru memperhatikan baju cowok itu yang kusut, berantakan, dan tidak dimasukkan dalam celana. Mungkin karena dari tadi Rere hanya memperhatikan wajah cowok itu yang, sumpah! Cakep banget...
“Ya sudah kalau begitu. Kamu duduk sana. Biar dia memperkenalkan diri dulu,” kata guru yang sedang mengajar saat itu dengan sangat sabar.
“loh... justru saya berdiri disini karena saya mau jadi yang pertama kenalan sama dia bu’...” guru itu geleng-gekeng kepala melihat tingkah laku cowok itu. Rere jadi mulai jengkel juga melihat tingkah laku cowok itu.
“ya sudah. Cepat nanti waktu ibu habis lagi, gara-gara kamu...” kata guru itu. Yang diomelin malah cengar-cengir sendiri.
“makasih ibu guruku yang cantik... hehehe” cowok itu kemudian berbalik memandang Rere. “ehem.. tadi aku sudah bilang kalau mau kenalan kan.. soalnya tadi lupa waktu didepan. Namaku Angga. Anggana Prasetya...” kata Angga dengan sopan. Kembali seperti cowok yang ditemui Rere waktu pertama kali. Rere yang awalnya berniat tidak mau berkenalan dengan Angga, mau tidak mau luluh juga dengan senyumnya.
“namaku Reina Nazhifa Amalia. Tapi biasanya dipanggil Rere.”
“kok Rere sih?? Kasian dong bagi yang cadel. Kalau mau manggil nama kamu harus dengan sepenuh kekuatan ngucapin nama kamu. Habis, ‘r’nya banyak banget..” Rere yang tadinya luluh melihat senyum Angga, seketika menjadi jengkel mendengar ucapan Angga. Saking jengkelnya, Rere sampai menendang betis Angga dengan sekuat tenaga. “aw...” teriak Angga spontan sambil memegangi betisnya.
“maaf bu’. Bisa nggak saya duduk sekarang?? Trus saya duduk dimana??”
“di belakang sana..” jawab guru itu dengan ekspresi yang masih terkaget-kaget sambil menunjuk ke arah satu bangku di baris paling belakang. Rere pun segera menuju bangku itu. Sekarang barulah Rere sadar bahwa kelas yang akan dia tempati belajar itu sebenarnya sangat tidak pantas dikatakan kelas. Dengan banyak coretan dimana-mana, lantai yang dipenuhi debu yang sepertinya memang tidak pernah disapu oleh penghuni kelas itu, dan yang paling membuat ilfeel, sampah yang berserakan dimana-mana. Bukan hanya sampah kertas atau sampah-sampah yang masih bisa dimaklumi berada dalam kelas. Tapi sampah pembungkus makanan. Mulai dari makanan ringan sampai pembungkus nasi kuning, semunya ada. Rere jadi sangat jijik berada di kelas ini. Sesampai dibangku yang ditunjuk guru tadi. Rere pun langsung duduk.
“Aku bilang apa, kamu pasti bakal nyesel kalau masuk disini...”
“umm... kayaknya iya deh..” kata Rere tanpa sadar siapa yang dia ajak bicara. “EH.?!!?” Angga tersenyum sambil melambaikan tangan, sepertinya senang melihat lawan bicaranya itu kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba. Dia kemudian duduk di bangku tepat disebelah bangku Rere. “eh... ngapain lo duduk di situ..?!?”
“ini bangkuku...” jawab Angga santai. Sementara Rere diam, masih syok dengan semua yang dia alami hari itu.
* * * * *
Sudah hampir sebulan sejak Rere pindah di sekolah itu. Dan belakangan Rere baru tau beberapa fakta yang membuat dia sangat menyesali ketololannya memasuki sekolah itu. Lebih tepatnya menyesal memasuki kelas 9.9 yang dia tempati sekarang itu.
Pertama, ternyata di sekolahnya yang sekarang itu, semua murid di ranking dan akan dimasukkan di kelas seusuai rankingnya. Jadi itu sama saja dengan mengatakan kalau kelas 9.9 itu terdiri dari murid-murid yang nilai dan perilakunya tidak baik.!! Pantas ajah Rere langsung jadi trend topic di sekolah. Pasti semua orang bingung kenapa Rere dengan tenangnya mau masuk kelas 9.9..
Kedua, ternyata Angga, teman sebangku Rere. Cowok pertama yang bisa bikin Rere pangling, ternyata bosnya preman di sekolah itu. Atau lebih tepatnya disebut ‘the king of the school’. Seoalnya, bukan hanya para cowok-cowok yang mau nurut sama semua perkataan Angga. Para cewek-cewek, bahkan guru-guru pun di buat nurut sama dia. Alasannya?? Secara, Angga itu punya wajah yang bukan cuman sekedar good looking, tapi BEST looking in the school.!! Bukan hanya modal tampang, Angga selalu punya duit buat nraktir anak-anak sekelas, plus dia nggak pernah ngitung-ngitung kalau udah nraktir. Dan yang terakhir ini yang paling bisa buat orang lain ngemaafin semua salah yang udah Angga lakuin. Angga selalu bisa bersikap manis tiba-tiba, every where and every time, to every one.!!! Dan kalau Angga udah bersikap manis, semua pasti dibuat luluh sama dia.
Ketiga, dan yang paling ngebuat Rere mau bolos setiap ingat ini. Ruangan kelas 9.9 sama sekali tidak pantas dan tidak layak dihuni oleh manusia.! Bahkan Rere sering berpendapat, para jin pun jijik masuk ke kelas itu. Kalau seandainya Rere bukan cewek rapi pecinta lingkungan, semua pasti tidak akan seburuk sekarang.
Karena itu Rere selama hampir sebulan terus memikirkan apa yang harus dia lakukan agar dia merasa nyaman belajar. Pindah sekolah?? TIDAK MUNGKIN. Selain itu sangat akan merepotkan orang tuanya, dia juga tidak mau Angga merasa perkataanya dulu benar. Pindah kelas?? Itu juga tidak mungkin. Karena alasan sebenarnya Rere ada dikelas 9.9 karena tidak ada lagi kelas lain yang masih ada bangku kosong selain kelas 9.9. Terus, bagaimana caranya?
Tidak terasa, 17 Agustus sudah dekat. Lomba-lomba yang akan diadakan pada peringatan hari kemerdekaan itu sudah diumumkan. Dan lomba yang paling menarik perhatian Rere adalah lomba menghias kelas. Lomba wajib setiap kelas itu bukan hanya sekedar menghias, tapi juga harus memperhatikan kebaersihan kelas, tidak ada coretan di dinding, lantai harus selalu bersih, dan yang paling penting, taman di depan kelas masing-masing harus tertata rapi,  pokoknya semuanya yang berada di kelas harus tertata sesuai dengan semestinya. Rere sangat antusias untuk mengikuti lomba itu. Tapi ketika dia lihat teman-temannya yang lain sama sekali tidak tertarik untuk menghias kelas mereka, Rere jadi ragu-ragu juga. Tapi tiba-tiba suatu kalimat terbersit dalam fikirannya “the king of the school”
“ayo dong... please...” kata Rere dengan memelas mungkin.
“that’s impossible. You know it too...”
“kamu tau, sebenarnya kamu itu sangat cerdas. Tapi yang aku liat, kamu cuman tidak mau menunjukkan kalau kamu itu sebenarnya lebih dari bisa.  Buktinya tadi kamu bisa bicara berbahasa inggris dengan bagus. Dan aku juga yakin, kamu juga pasti bisa ngelakuin itu...” bujuk Rere sebisanya. Rere memang sudah bisa menyesuaikan cara bicaranya dnega orang - orang disekitarnya.
“jangan  hubung-hubungkan aku bisa bicara bahasa inggris dengan ngebujuk semua anak 9.9 untuk mau ngebenahin kelas.!!” Bantah Angga, kemudian dijitaknya kepala Rere.
“Angga yang baik, cakep, pintar. Maukan bantu aku. Sekali ini.... ajah...” Rere tidak henti-hentinya merayu Angga.
“nggak usah disebutin, semuanya juga tau kalau aku baik, cakep, dan pintar.!! Tapi sayangnya, permintaan tolong kamu ini terlalu berat...!!!” Angga memandangi Rere, kemudian bertanya, “lagian kenapa kamu ngotot banget supaya kelas kita ikut lomba itu, sih??”
“aa?? Awalnya, tujuanku sebenarnya hanya untuk membuat ruangan ini lebih layak untuk disebut kelas. Tapi lama kelamaan fikiranku mulai melenceng dari tujuan awal. Sekarang, aku hanya ingin membuat kalian bersatu. Soalnya aku liat kalian semua berkumpul di kelas hanya kalau kalian mau. Kalian selalu punya urusan masing-masing . Seakan-akan kelas ini hanya tempat istirahat setelah mengerjakan kesibukan masing-masing. Apa semuanya tidak mau lulus?? Kalau aku lulus nanti, aku ingin aku lulus bersama semuanya. Bersama semua anak kelas 9.9. Maka dari itu, aku harus buat semuanya mau belajar bersama-sama. Tapi, bukankah kalau begitu, terlebih dahulu harus dibuat rasa solidaritas dari semua siswa? semuanya harus mempunyai kesadaran diri masing-masing??Karena itu, aku fikir jika semuanya mau membenahi kelas bersama, selain dapat bekerja dan saling menolong bersama-sama, yang dapat menumbuhkan rasa solidaritas dari semua siswa, semuanya juga bisa saling berbagi cerita, pangalaman, bahkan cita-cita. Semua itu pasti bisa membuat semuanya punya keinginan untuk lulus. Walau pun...” Rere terdiam sebentar, lalu menunduk. “ mungkin besar juga kemungkinan banyak yang tidak menyadarinya” Rere kaget tiba-tiba terdengar suara gesekan kursi. Angga berdiri dari kursi nya. Sebelum beranjak pergi, Angga membisikkan sesuatu kepada Rere, kemudian mengacak acak rambut Rere dan beranjak keluar kelas.
                Rere tidak hentinya tersenyum malamnya, walau pun dibarengi dengan rasa deg-degan mengingat kata-kata Angga waktu siangnya. ‘Aku terima permintaan tolongmu. Karena berkat kata-katamu tadi, aku juga jadi berubah fikiran. Aku lakuin ini bukan karena ‘I can do it’ tapi karena ‘i must do it’...’ Walau pun Rere sudah sangat senang karena Angga udah menyanggupi permintaannya, tapi dia masih deg-degan menunggu apakah semuanya mau berpartisipasi atau tidak...
* * * * *
“SEMUA SISWA KELAS 9.9 LULUS.!!!” Jerit Rere keras-keras saat membaca papan pengumuman lulus ditengah-tengah hiruk pikuk lainnya.
“Benarkah?? Semua siswa?? 28 orang lulus semua?” tanya Angga. Rere mengangguk kemudian menunjuk-nunjuk papan pengumuman sambil berloncat-loncat saking bahagianya. Angga pun ikut melihat papan itu dan kemudian dengan tololnya ikut loncat bersama Rere. Kemudian tanpa sadar dia menarik Rere dalam pelukannya. Rere yang pertama sadar langsung berusaha melepasakan pelukan Angga dengan wajah semerah kepiting rebus, karena sekarang mereka berdualah yang menjadi pusat perhatian. Angga yang baru sadar belakangan wajahnya juga ikut memerah, tapi cuman sebentar. Karena kemudian  dia menarik tangan Rere keluar dari kerumunan itu dan berlari menuju kelas mereka yang sebentar lagi akan mereka tinggalkan. “kita harus segera beri tau berita ini kepada pengecut-pengecut yang masih bertengger di dalam kelas di hari pengumuman kelulusan mereka, cuman gara-gara takut melihat jika dirinya tidak lulus.!!” Rere yang mendengarkan kalimat Angga itu hanya bisa tersenyum mendengarnya. ‘bodoh.!! Dia sangat senang bukan karena dia mendapatkan nilai UAN yang nyaris sempurna, tapi karena sahabat-sahabatnya lulus dalam UAN dengan nilai yang tidak setinggi nilainya... dasar.!’ batin Rere sambil terus ikut berlari bersama Angga ke kelasnya.
                Entah apa yang dikatakan Angga waktu membujuk anak-anak 9.9 untuk ikut serta membenahi kelas. Apa pun itu, kalimat yang di ucapkan Angga waktu itu pastilah kalimat yang dapat dengan cepat menggerakkan hati seseorang, entah kalimat seperti apa itu, dia sama sekali tidak mau memberitahu Rere. Karena keesokan hari setelah dia menerima permintaan tolong Rere, saat Rere datang semuanya telah menyapu. Bahkan taman di depan kelas juga tinggal ditanami tumbuhan atau bunga-bunga, karena semuanya telah rapi.
                Tepat saat tanggal 17 Agustus, saat kelas mereka diumumkan menjadi juara lomba menghias kelas, untuk menghijaukan lingkuangan sekolah, mereka sepakat menanam sebuah bibit pohon mangga di taman depan kelas mereka.Bibit pohon mangga yang ditanam dengan penuh rasa solidaritas, serta dalam hati masing-masing mulai muncul kesadaran diri masing-masing. Kesadaran bahwa semuanya dapat diraih jika kita ingin berusaha. Banyak orang mengatakan bahwa keberhasilah diraih dengan 1% bakat dan 99% usaha. Tapi bagi mereka yang bahkan 1% bakat tidak mereka miliki, bukankah 100% usaha sudah cukup?? Sejak saat itu, bertambah lagi satu kesepakatan. Setiap hari minggu mereka akan berkumpul untuk belajar bersama dan mereka semua harus belajar semaksimal mungkin untuk bisa lulus UAN dan ujian masuk SMA nanti.
Semakin hari, pengetahuan mereka semakin bertambah, seiring dengan bertambah besarnya bibit pohon mangga yang mereka tanam dulu. Seperti perjuangan sebuah pohon agar mempunyai buah, melawati berbagai rintangan setelah akhirnya mendapatkan buah yang banyak. Begitu pula dengan mereka yang melewati berbagai tekanan, maupun rintangan untuk akhirnya bisa sampai ke hasil yang mereka inginkan. Bersamaan dengan berbuahnya pohon mangga yang mereka tanam dulu, mereka semua pun lulus dengan hasil yang memuaskan. Bahkan hasil yang dicapai Angga, sangat memuaskan. Teriakan, sorak-sorai dari dalam kelas 9.9 paling ramai diantara teriakan dari kelas-kelas lain.
* * * * * *
“sebenarnya apa sih, yang kamu katakan dulu sewaktu kamu membujuk semua anak-anak 9.9 untuk ikut berpartisipasi dalam lomba??” tanya Rere ke Angga di luar kelas saat sorak-sorai di dalam sudah mulai reda.
“kenapa? Masih penasaran?”
“ya iyalah. Apa sih, sebenarnya yang kamu katakan waktu itu?”
“aku yakin kamu nggak bakalan percaya, waktu itu aku cuman menceritakan suatu cerita ke mereka semua.” Angga tersenyum kembali mengingat cerita itu. ‘ada seorang cowok, namanya Angga. Cowok itu cakep, dan disegani di seluruh sekolah. Dia tidak pernah mau melakukan permintaan tolong orang lain. Sampai, dia ketemu sama seorang cewek, anak baru dikelasnya. Aku rasa aku nggak perlu sebutin namanya deh... cewek itu rapi banget, paling benci sama sesuatu yang jorok, dan  sangat cinta lingkungan. Saking cintanya sama lingkungan, aku curiga hobinya juga mungutin sampah di pinggir jalan... cewek itu duduk sebangku sama Angga itu. Semua hal dari cewek itu menarik, dari wajahnya, yang diliat dari mana pun sudah pasti manis banget, kegemarannya, hal yang dia benci, bahkan sampai cara bicaranya, semuanya menarik bagi Angga. Trus, pernah cewek itu bilang ke Angga. Kalau dia mau... banget ikut berpartisipasi lomba menghias kelas. Tapi teman-teman sekelasnya tidak ada yang tertarik dengan lomba itu. Mereka semua hanya sibuk dengan urusannya masing-masing..’ sampai disitu, hanya sedikit yang mulai mau membantu  berpartisipasi dalam lomba, walau pun semuanya mengerti maksud cerita Angga. ‘Waktu Angga tanya, kenapa dia sangat ingin ikut lomba itu, cewek itu menjawab. Dia hanya ingin teman-temannya yang lain memahami rasa solidaritas. Dia ingin dengan bekerja bersama-sama, mereka bisa saling menyadarkan satu sama lain. Dia juga bilang, dia ingin teman-temannya harus lulus bersamanya di UAN nanti, karena itu harus dibangun rasa solidaritas dari semuanya dan kesadaran terhadap diri masing-masing... begitu katanya..’ setelah mengakhiri ceritanya, barulah semuanya setuju untuk berpartisipasi untuk ikut lomba itu.
                Rere yang mengerti siapa yang dimaksud dalam cerita itu hanya tersenyum senang sekaligus malu karena baru mengetahui, justru kata-katanyalah yang ternyata akhirnya bisa membangkitkan semangat teman-temannya.
“Re, kamu tau berkat kamu, aku jadi mengerti satuhal lagi.”
“Apa??”
“dalam suatu persahabatan, bagaimana pun sahabat-sahabatmu itu, seburuk apa pun tingkah laku mereka, sesering apa pun kamu jengkel dengan kelakuan mereka, tapi kamu pasti tetap ingin agar mereka juga berhasil....”

No comments:

Post a Comment